Cerita ini dipilih secara random
dari sekian banyak ide yang menggapai nurani dan jari gue untuk
diceritakan. Cerita ini bukan cerita gak
biasa yang sangat keren atau keren banget atau pantas disandingkan dengan
cerita karya master-master sastra Indonesia lainnya. Karena cerita ini hanya
cerita pop remaja yang amatir. Jujur, gue juga gatau kenapa cerita ini bisa dimulai.
Sekarang tanggal 17 Desember 2013 jam 18.07 WIB dan gue baru aja bikin pisang
goreng yang (agak) gosong dan kecil-kecil. Sebenernya…itu kurang penting. Gue
gatau harus dari mana mulai cerita ini. Dari gue lahir kan gak mungkin. Dari
gue masuk SMA, lumayan melelahkan. Gimana kalo kau simak saja cerita ini?
---
“Jill. Dari jauh tampang preman. Dari dekat tampang rupawan. Kantong setebal daun pisang. Ilmu setinggi
pohon pinang. “
Desas-desus selalu berkata begitu. Pantun 4 baris dengan rima akhiran N-Ng. Legendaris di antara semua angkatan sekolah gue. Guru-guru mengenalnya. Tapi gak semua orang yang pernah dengar kabar
itu tau siapa Jill sebenarnya. Gosip
tentang Jill menyebar begitu saja tanpa ada yang menyebarkan. Agak mustahil, namun tidak pernah diketahui
siapa yang memulai nya. Hari ini gue
datang ke sekolah, berniat ngasi tau mereka itu yang pada penasaran, siapa Jill
sebenarnya.
SIAPA JILL?
“Bro!
Ada PR?” Gue teriak sesampainya di kelas.
Agak tercengang aja lihat anak sekelas sedang menunduk menatap kertas
dan pulpen di tangan mereka. Rasanya kok
beda ya. Semalem di grup bbm ga ada yang
bilang kalo hari ini ada PR perasaan.
Apa tugas mendadak yang harus dikumpul jam pertama? Wah parah kalo
sampe-sampe PR nya dari Bu Hurri. Ah,
gak mungkin. Perasaan gue mulai gak enak
waktu anak-anak menatap gue dengan pandangan “Lo siapa” ke gue dan…muka mereka
bukan muka anak sekelas gue. Glek! Matilah kau Nusa! Gue mundur untuk sedikit
melongok ke papan nama kelas di pintu.
---
“Nusa!
Lo ngapain disitu? “ Terdengar suara anak-anak IPS yang kebetulan lewat dan
menertawakan gue dan kebodohan gue yang super sekali. Gue masuk kelas XI IPA.
Ketua
mereka, Galih memulai pertandingan mulut dengan gue. Dia maju satu meter lebih dekat dengan gue.
“Nus, nus, nus. Heh idung! Lo udah kelas XII!” Kemudian mereka ngetawain gue
lagi.
“Galih,
galih, galih. Nama gue NUSA! N.U.S.A. Bukan Nus, bukan idung. “ Gue menegaskan.
“G.U.E G.A.K
P.E.D.U.L.I.” Dia bales lagi.
Kemudian ngasi ‘sign’ ke temen-temennya untuk bilang “GUE GAK PEDULI!”
Dan menertawakan gue lagi.
“Oke cukup,
gue emang salah masuk kelas karena gue
lupa. “ Gue nyerah. Capek ngadepin Galih.
“Nah gitu dong, Idung. Akuin aja kan biar cepet?” Dengan SKSD dan
SNSD nya dia nepuk-nepuk punggung gue.
“Iya,
iya. Terima kasih ya…” Gue senyum dan angkat atribut gue. Kemudian lari sambil
senyum sebelum nengok ke arah mereka
cuma untuk bilang “Terima kasih ya, ‘GUE GAK PEDULI’!” Dan ngeloyor ASAP
entah kemana.
---
Di
kelas, Jill lagi. Sejak seminggu ini topik
pembicaraan selalu saja Jill. Jill yang
bisa ini lah bisa itu lah. Mereka gatau
aja Jill siapa sebenernya. Jill yang
asli yang selalu meng-hide identitas asli nya. Jill yang cerita nya selalu ditambah-tambah
kan oleh pihak pihak tak berwenang.
Mulai
dari Norah “Tau gak, katanya Jill bisa ngelihat hantu loh!” yang dengan gossip
nya berhasil menarik mata para gadis-gadis di kelas.
“Trus
katanya dia bisa baca pikiran kita! Waah beruntung banget kalo bisa jadi
ceweknya!” Gue yakin dalem hati dia bilang ‘Strike berat!!’ melihat reaksi
gadis-gadis kemudian nyamperin dia dan dengan keponya dan polosnya bertanya
lebih banyak tentang Jill. Trik basi yang masih tertelan oleh gadis-gadis
kelas. Gue geregetan. Gue samperin mereka. Gue ambil kursi dari
tempat duduk gue dan duduk dekat mereka.
“Gue bisa lihat hantu.”
Sedang yang lain masih fokus memerhatikan Norah, Irena
menoleh ke gue. “Nusa beneran bisa lihat
hantu?” Gue tersenyum.
“Iyalah, Ren. Masa
Nusa bohongin Rena sih.” Gue senyum ramah.
Ramah+bahagia sampe pengen bilang ‘Strike berat!!’ dalam hati.
“Rena, rena. Wkwk.” Gue terkekeh ringan sambil melamun.
“Eh, Rena kenapa, Nusa?” Tanya dirinya.
“Gapapa, Rena cantik
kok.” Jawab gue seadanya.
“Eh, Nusa bisa baca pikiran juga?” Tanya Polly tiba-tiba. Membuyarkan konsentrasi Norah dalam cerita
serunya. Wajah Norah lecek seperti uang
seribu kembalian dari supir angkot.
“Bisa dong.” Masih dalam senyum percaya diri.
“Coba buktiin!” Asha berseru.
Gue tertantang. Gue
pasang gaya kibas rambut ala mentalis yang sebenarnya tidak punya rambut. Kemudian gue tatap mata salah satu dari
gadis-gadis kelas.
“Maryam, coba pikirin sesuatu yang bikin kamu senang.”
Maryam mengangguk kemudian membalas
tatapan matgue. Gue menatap matanya
dalam, kemudian menutup mata gue lama.
Seolah memikirkan sesuatu. Tapi
sebenarnya memang perih membuka matamu tanpa berkedip selama 1 menit.
“Apa? Maryam mikirin apa, Nusa?” Polly mendesakgue.
“Sebentar dong, Nusa kan gak secepat itu bisa nyampe ke
pikiran nya Maryam. Hmm…” Gue menggumam (sok) bingung. Gue lihat gadis-gadis itu semua memperhatikan
gue.
“Maryam itu…senang sama sesuatu…rahasia.” Gue nyeletuk asal.
“Eh, yakin? Nusa ngarang aja kali.” Kata Asha
“Wah kamu gak percaya, Sha? Tuh liat muka Maryam langsung
merah gitu. Hahaha.”
Serempak gadis-gadis itu melihat ke wajah Maryam yang
mendadak merah muda.
Tapi tiba-tiba Norah menyahut “Kok rahasia sih, Nus? Lo ngarang
kan? Kasi tau dong rahasia apa biar kita percaya lo gak ngarang. Coba buk…. ”
“JANGAN NUSA! Jangan disebutin plis banget gue mohon. Ya?
Ya? Ya?” Maryam tiba-tiba berteriak.
Membuat gadis-gadis itu tercengang.
Termasuk Norah yang akhirnya menutup mulutnya yang tidak bisa berkata
apa-apa lagi. Gue tersenyum dan
mengangguk.
“Jangan-jangan lo itu Jill, ya, Nus?” Irena bertanya dengan
polosnya. Gadis-gadis itu mengangguk
cepat.
Gue terkekeh senang.
Guys, you’re so…dumb! Gadis-gadis
polos itu, huft, gue gak ngerti lagi sama mereka. Yeah, they believe in me. I’m their Jill. Gue beranjak ke arah kantin diiringi tatapan
terkesima mereka.
Namun di ujung lorong gue sempat mendengar Polly berteriak
kembali
“Eeh? Berarti Jill itu cewek ya? Yaah padahal gue pengen
deketin Jill nyaaaaa….”
Ups, maaf ya Polly, gue bikin lu kecewa dan
Maaf ya girls, udah bohongin kalian.
---
Niat
gue gak tersampaikan buat ngasi tau siapa Jill yang sebenernya. Tapi kalo lo semua mau tau, boleh kok. Bukan, bukan gue. Jill yang sebenernya yang ngasi tau gue kalo
dialah Jill. Dia emang ganteng, tinggi,
pintar dan sederhana. Walaupun ya, agak
ngeselin kadang-kadang. Heheh, dia cowok
idaman gue dari kelas X. Yaa gue ga
bakal biarin gadis lain ngerebut dia dari gue. Dia lagi duduk di kursi kantin sekarang. Menunggu gue.
“Sorry, lama.” Gue tersenyum.
“Gapapa. “ Dia juga tersenyum
“Ehm, Nusa.” Sambungnya.
“Ya?” Jawabgue
“Jangan membohongi teman-teman lu soal Jill itu lah. Harusnya lo biarin itu tetep jadi misteri,
Idung.” Dia mencolek hidungku.
Mati kau Nusa.
“Kok???!!!...”
Dia mengunci mulut gue dengan jari telunjuknya.
“I know what you did, Nus. Idung.” Dia mengedipkan sebelah
mata nya. Kemudian tersenyum.
Ternyata Jill memang bisa membaca pikiran ya.