Senin, 14 November 2011

Buah Impianku


Senja pun datang…namun, batang hidung Ayumi Mihara si penulis novel terkenal itu belum tampak juga.Padahal, ia berjanji padaku akan datang ke tempat yang dijanjikannya semalam, saat aku meneleponnya.Namaku Ardisha lufhina, biasa dipanggil Disha.Aku adalah penggemar berat Ayumi, seorang penulis novel terkenal yang sudah mengeluarkan banyak novel.Semalam, aku menelepon Ayumi ke nomor handphone nya, Untunglah pada saat aku menelepon ia sedang tidak sibuk.Aku yang selalu ingin bertemu langsung dengannya, langsung meminta bertemu di suatu cafe terkenal dalam sebuah mall.Kebetulan, pada hari ini juga aku mengikuti les di sebuah lembaga bimbingan belajar di mall tersebut.Sebelum aku pergi les, aku sudah memberitahu mama mengenai kepulanganku yang mungkin agak lama.Saat les, aku tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran yang diajarkan sang pelatih.Aku terlalu sibuk memikirkan momen – momen indah saat bertemu Ayumi.Namun, tak ku sangka ia tidak menepati janjinya.Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 tetapi penantianku sia – sia.Padahal, semalam aku memintanya bertemu di Lily cafe, pukul 16.30.Namun, melewati pukul 17.00 pun yang ditunggu – tunggu belum juga datang.Aku kecewa.Akhirnya kutelepon mamaku untuk menjemputku.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar dan mengunci diri dalam kamar.Aku menangis tersedu – sedu.Kenapa Ayumi tak datang?Aku sudah mengorbankan acara televisi kesukaanku untuk menunggu dirinya.Akhirnya, setelah makan malam, ku telepon Ayumi.Namun ia tak mengangkat juga telepon dariku.Mungkin sedang sibuk.Aku tak menunggu hingga ia angkat teleponnya.Langsung saja ku tutup teleponnya kemudian aku pun tidur.
Keesokan harinya, di sekolah sayup – sayup kudengar berita tentang Ayumi.Didalam sebuah Koran yang dibaca temanku, Lisa pagi itu tersiar sebuah berita bahwa, b aru kemarin sore Ayumi mengalami kecelakaan lalu lintas yang parah.Setelah diceritakan lebih jelas mengenai hal ini, barulah aku tahu, mengapa kemarin sore Ayumi tak datang menemuiku.Aku yang mendengar berita ini, sebagai penggemar beratnya, merasa sedih dan bersalah.Mengapa kemarin aku bisa benci kepadanya hanya karena ia tak datang menemui ku yang hanya seorang penggemarnya.Setelah meminta izin kepada mama, sepulang sekolah,aku dan teman – temanku yang juga penggemar berat Ayumi langsung pergi ke toko buah untuk membeli buah – buahan kesukaan Ayumi.Setelah itu,kami pun langsung pergi ke rumah sakit tempat Ayumi dirawat disana.



Sesampainya di rumah sakit tersebut, ternyata sudah banyak juga penggemar Ayumi yang datang dan memenuhi lorong menuju kamar dimana Ayumi dirawat.Kami yang baru datang tak tahu dimana harus menunggu giliran masuk kamar untuk menemui Ayumi.Namun tiba – tiba seseorang menegur kami.Ternyata dia adalah ibu Ayumi,ibu Rose namanya.Ibu Rose tahu bahwa kami akan menjenguk Ayumi.Namun kami tidak bisa masuk kamar perawatan Ayumi.Akhirnya Ibu Rose pun bercerita tentang kejadian kemarin.Jadi, Sore kemarin, Ayumi meminta izin untuk menemui seorang penggemar beratnya yang meneleponnya semalam.Namun, dalam perjalanannya menuju tempat yang dijanjikan penggemar beratnya itu, sopir yang mengendarai mobil tersebut sedang sakit kepala dan tidak melihat adanya truk besar di depannya.Akhirnya terjadilah kecelakaan itu.Untunglah Ayumi masih bisa diselamatkan.Setelah bercerita,Ibu Rose pun menangis tersedu –sedu, Ia tak bisa menahan lagi perasaan yang menyiksa dirinya saat bercerita pada kami.Ia pun akan meminta maaf pada penggemar berat Ayumi yang sudah meneleponnya untuk bertemu Ayumi tersebut.Aku pun bertanya pada Ibu Rose, nama penggemar berat Ayumi itu.Dan ternyata dugaanku benar, yang ibu bicarakan sedari tadi adalah aku!Aku pun meminta maaf pada Ibu Rose telah membuat Ayumi menjadi seperti sekarang ini.Namun Ibu Rose menolak permintaan maafku.Ia langsung menyuruhku masuk ke dalam ruang perawatan Ayumi.
Aku pun dibiarkan sendiri dalam kamar perawatannya.Ternyata, kecelakaan yang dialami Ayumi cukup parah.Kepalanya dibalut perban yang tebal, dan tangannya terbungkus gips untuk patah tulang.Aku merasa kasihan padanya.Saat Ayumi siuman, aku langsung ceritakan siapa aku, dan hubunganku dengan kecelakaan yang dialaminya.Ayumi langsung meminta maaf padaku karena tidak menepati janjinya.Aku pun meminta maaf juga karena menyebabkan dirinya mengalami kecelakaan seperti ini.Kami pun sama – sama berjanji akan menjadi sahabat.
Tiga bulan kemudian, Ayumi telah keluar dari rumah sakit.Mama juga bangga padaku yang telah berani meminta maaf saat aku bersalah.Menurut mama, penyesalanku begitu berarti pada kesembuhan Ayumi.Ayumi pun menjadi sahabatku.
Suatu hari,Ayumi berkunjung ke rumahku.Melihat banyaknya karya tulis yang ada di rumahku, Ayumi mengajak aku membuat novel bersama – sama.Akankah terwujud impianku untuk menjadi seorang penulis novel terkenal bersama Ayumi, idolaku?Ku berharap tentu.



Sabtu, 10 September 2011

From Hospital with Love

Disty masih merasakan sakit di kakinya ketika Trisa menghampiri Disty yang terbaring di Rumah Sakit. 
“Masih sakit ya, Dis?” Tanya Trisa seraya menatap gips di kaki kanan Disty.  Disty mengangguk tanpa berbicara.  Matanya masih tertuju pada kaki kanannya tersebut. 
            Ceritanya bermula ketika pertandingan basket antar kelas sepuluh, dua hari yang lalu.  Kejadian itu terjadi di saat yang tidak tepat, yaitu saat kelas X-A yang dibela Trisa dan Disty hampir mencetak angka di menit terakhir.  Ketika Trisa sedang dribble bola menuju ring, ia dihadang segerombolan murid dari team X-B.  Akhirnya bola terpaksa dioper ke Disty.  Namun naas, ketika Disty ingin menangkap bola, ada seorang murid bertubuh kekar dari team X-B yang menabrak tubuh Disty dengan keras hingga terjatuh.  Saat ingin bangkit, tiba-tiba murid tersebut menginjak kaki kanan Disty dengan sangat keras. 
            “Aku masih bisa membayangkan bagaimana si Ervina menginjak kaki kananmu, Dis!” Seru Trisa sambil mengepalkan tangannya. 
“Rasanya pengen ku pukul dia!” Lanjutnya sampai menggebrak meja di kamar Disty.  Disty menghela napas dan tersenyum. 
“Udahlah Tris.  Lagipula dia udah minta maaf kok.  Dia juga udah dijatuhi hukuman kan sama bu Frina?” Sahut Disty dengan tenang. 
“Iyasih.  Tapi kan.  .  .  kan kamu juga tau kalo kepala sekolah kita yang satu itu plin plannya minta ampun! Trus hukumannya tanggung banget lagi, huh! Gak terima aku!” Jawab Trisa membela Disty. 
“Udah, pasti Ervina dikasi ganjaran yang sesuai kok sama perbuatannya.  Kamu tenang aja Tris!” Sahut Disty sambil tersenyum dan membuat tanda ‘OK’ yang terbentuk dari telunjuk dan jempol yang membentuk huruf ‘O’ dan tiga jari lainnya berdiri tegak. 
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketok.  Saat pintu dibuka, Trisa terkejut dan takut setengah mati.  Karena yang masuk ke kamar perawatannya Disty adalah Bu Frina, kepala sekolah yang tadi dibicarakan oleh Disty dan Trisa. 
“Disty, bagaimana keadaan kamu? Kamu baik-baik aja kan disini? Maaf ya, ibu baru sempat menjenguk kamu hari ini.  Kaki kamu sudah baikan?” Bu Frina menembak Disty dengan serentetan pertanyaan yang membuat Disty bingung. 
“Ah iya, Bu.  Gapapa bu, ada Trisa kok yang jagain saya.  “ Jawab Disty sambil tersenyum. 
Tiba-tiba sedang asyiknya mengobrol, Bu Frina melihat ke arah Trisa yang terlihat gemetar dan ketakutan. 
“Gak usah takut, Trisa.  Ibu gak bakal hukum kamu seperti ibu hukum Ervina kok.  Hehehe.  “ Tegur Bu Frina  sambil tertawa dan menepuk bahu Trisa. 
Trisa yang terkejut segera tersenyum malu hingga wajahnya semerah tomat.  Disty dan Bu Frina segera tertawa melihat raut wajah Trisa. 
Kemudian Bu Frina tampak memanggil seseorang ke dalam kamar perawatan Disty.  Orang itu pun masuk.  Dia adalah putra dari Bu Frina yang juga murid di SMA Perkusi tempat Disty dan Trisa menimba ilmu. 
“Disty ya? Namaku Hendra.  Aku kelas X-D.  Pasti kamu gak kenal aku.  Iya kan?” Orang yang bernama Hendra itu memperkenalkan diri kepada Disty tepat di samping ranjang Disty. 
“Aah? Iya bener.  Aku belom pernah liat kamu.  Eh, udah pernah tapi gak tau namamu.  Eh, sering deh aku liat kamu.  Hehehe.  Makasi ya udah mau jenguk aku.  “ Disty menjawab dengan grogi hingga jawabannya ngawur dan tersipu malu. 
“Hei, kenalin namaku Trisa.  Aku sekelas sama Disty.  Mungkin kamu pernah lihat aku di ekskul karate, atletik, bulutangkis, ama basket.  I love Sport!” Seru Trisa sambil menyodorkan tangannya dengan cepat. 
Sebelum berniat mengambil tangan Trisa dan menyalaminya, Hendra memperhatikan perawakan Trisa.  Tubuh kekar dengan otot di lengan dan kepalan tangan yang mantap. Barulah setelah itu Hendra yakin bahwa Trisa benar-benar menyukai olahraga. 
“Ibu tinggal dulu ya.  Kalian berbincang-bincang dulu lah.  Hendra, temani Disty ya.  Jangan ditinggal.  “ Kata Bu Frina sambil membuka pintu dan meninggalkan kamar perawatan. 
Selama ini Hendra bertampang sangat culun dan tidak menarik.  Gaya rambut klimis, memakai kacamata, kemana-mana membawa buku.  Namun walau begitu, dia cukup pintar di kelas.  Sekarang ia sedang menunggu wanita yang mencintainya apa adanya.  Hendra menunggu waktu yang pas untuk menampilkan bakat dan penampilannya aslinya. 
Selama ini Disty sudah sangat menyukai Hendra.  Disty yakin, di balik keburukan orang ada kebaikan yang sangat indah.  Disty sering mendengar bahwa Hendra baik kepada semua orang dan tidak pernah merokok, minum minuman keras maupun berjudi. 
“Rumah kamu dimana, Dis?” Tanya Hendra tiba-tiba. 
“Hmm, itulho di deket tugu peringatan, eh tugu perkawinan eh bukan.  Di tugu pembangunan.  Iya ho’oh.  Hehehe.  Maaf ya, aku lupa nih.  “ Sekali lagi Disty menjawab dengan grogi hingga menimbulkan kecurigaan pada diri Hendra. 
Trisa sudah tau perasaan Disty kepada Hendra sejak lama.  Maka dari itu setelah melihat Disty dan Hendra akrab, ia hanya mendengarkan dan duduk manis. 
Setelah pertemuan tersebut, Hendra selalu menjenguk Disty dan mereka pun menjadi sahabat.  Pada hari kepulangan Disty dari rumah sakit, Trisa menemani Disty di dalam mobil. 
“Hmm, akhirnya kamu pulang juga ya, Dis.  Ntar kita bisa latihan basket lagi deh.  Hehehe “ Seru Trisa dengan semangat. 
“Iya, tenang aja Tris.  “ Jawab Disty sambil mengangguk dan tersenyum riang. 
Sesampainya di rumah Disty, ada banyak mobil terparkir di garasi rumahnya.  Bahkan sampai ada mobil yang parkir di luar pagar. 
“Ada apaan, Tris? Rame banget.  .  .  “ Tanya Disty penasaran. 
“Coba saja kamu masuk dulu.  “ Jawab Trisa sambil tersenyum simpul.
Ketika Disty membuka pintu, banyak sekali orang.  Mulai dari keluarga, teman, hingga sahabat sudah hadir di sana.  Di pojok ruangan tergantung sebuah spanduk bertuliskan ‘SELAMAT KEMBALI KE RUMAH!  GET WELL SOON! :*’   
Pesta diadakan dengan sangat meriah.  Mereka bergantian menandatangani gips yang dipakai Disty sekedar mendoakan semoga kakinya dapat sehat kembali. 
Dari keramaian, Bu Angel selaku mama Disty mendorong sebuah kotak kado yang sangat besar. 
“Ma, ini besar banget.  Mama gak serius kan ngasi ini ke aku?. Aku gak bisa nerima kado sebesar ini ma.   “ Kata Disty merendah. 
“Kamulah yang paling bisa menerima isi kado ini daripada orang lain.  “.  Kata Mama sambil tersenyum penuh teka-teki. 
Kotak tersebut berwarna Pink, dengan aksen perak dan berpita merah.  Disty perlahan-lahan menghampiri kotak tersebut.  Ditariknya pita yang membalut kotak tersebut.  Akhirnya kotak terbuka dan terlihatlah isinya. 
Semua yang berada di dalam ruangan itu terkejut dan terperangah.   Kado tersebut adalah Hendra.  Namun kali ini ia merubah sendiri penampilannya di depan semua orang.  Ia membuka kacamatanya dan memberi gaya pada rambutnya.  Sungguh keren Hendra!
Disty terduduk dengan senyum yang kegembiraan.  Hendra kemudian Berlutut di depan Disty dan mneyodorkan setangkai mawar merah. 
“Disty, maukah kau.  .  .  “
“Tentu saja aku mau.  Aku sudah memimpikan ini sejak dulu.  “
Pesta itu berlanjut dengan dansa antara sepasang kekasih yang baru saja mengungkapkan perasaan mereka. 

----Tamat----

Sabtu, 27 Agustus 2011

Sebuah Pengakuan

Siang itu Cherry mengajak Chloe pulang bersama untuk yang perrtama kalinya sejak kejadian malam puncak perpisahan.  Chloe menanggapinya dengan sangat bahagia dan antusias.  Namun ia tak tau maksud dan tujuan Cherry mengajaknya pulang bersama. 
---
Malam itu tanggal 12 Mei 2011 di sebuah ballroom mewah dan besar dari sebuah hotel.  Anak-anak bersorak ria menyambut datangnya  waktu perpisahan kepada mereka.  Acara yang berlangsung meriah itu dimanfaatkan peserta untuk mengenang masa lalu mereka di SMP.  Tak luput dari peristiwa itu Cherry dan Chloe. 
Mereka duduk di kursi bagian tengah.  Tampak Cherry tengah asyik menarikan jari-jarinya di atas tuts handphonenya.  Chloe sedang bosan menunggu acara dimulai.  Tiba-tiba ketika acara dimulai Cherry menerima telepon.  Tepat ketika telepon ditutup, Cherry merapikan dandanannya dan merapikan pakaiannya. 
“Cher, kamu mau kemana?” Chloe menahan gaun Cherry yang tengah beranjak dari kursinya. 
“Mau ke belakang sebentar.  “ Cherry menjawab dengan dingin.  Ia juga tak menatap balik Chloe. 
Cherry segera menarik gaunnya dan meninggalkan Chloe tanpa banyak omong.  Ia berjalan tergesa-gesa ke arah toilet.  Sepanjang jalan menuju toilet, kepalanya terlihat waspada menengok kanan kiri.  Chloe curiga.  Tak biasa sahabatnya itu mengacuhkan dirinya. 
‘Pasti ada sesuatu yang disembunyikan.  ‘ Pikir Chloe. 
Chloe yang penasaran terus menuju ke toilet.  Ia mengendap-endap sekedar tidak diketahui keberadaannya oleh Cherry.  Namun keinginannya untuk masuk toilet terpendam karena sesuatu.   
“Cher, plis donk.  Kamu gak bisa terus ninggalin aku gitu aja.  Kamu harus tanggung jawab.  Masa SMP kita berakhir, gak berarti utang kamu juga berakhir !”
“Ya tapi, Flo.  Aku lagi gak bisa sekarang.  Kamu kan tau, bokap aku bela-belain cari uang buat acara perpisahan ini.  Mungkin untuk uang masuk SMA aja gak ada.  Kamu harus ngerti aku donk.  “
“No,  no,  no! Kamu udah bikin aku tiap hari dimarahin nyokap aku ! Aku gak mau tau caranya, kamu harus kembaliin laptop aku seperti sediakala.  Titik!”
Terdengar suara langkah kaki mendekati posisi Chloe berdiri.  Chloe segera bersembunyi di balik pintu keluar yang terletak bersebelahan dengan toilet.  Suara langkah kaki itu sudah menjauh.  Kemudian terdengar isak tangis dari toilet.  Isak tangis itu menyayat hati.  Chloe tau siapa itu.  Itu Cherry.  Chloe tak berani menghampiri Cherry yang sedang duduk menangis.  Ia hanya mengintip dan kembali ke kursinya di ballroom. 
Tak lama, Cherry kembali ke kursinya.  Wajahnya telah dipoles.  Namun samar-samar, matanya masih terlihat sembab.  Sepanjang kejadian itu hingga kini, saat pengumuman kelulusan diumumkan, Cherry tak pernah angkat bicara.  Semua sms Chloe dan perhatian dari Chloe di buang begitu saja. 
---
Chloe menyambut baik ajakan pulang ini.  Hari ini setelah pengumuman kelulusan , rencananya mereka akan pergi ke rumah Chloe untuk curhat.  Program ini memang sudah dari sekian tahun dijalankan oleh sepasang sahabat ini agar ikatan persahabatan mereka semakin dekat. Chloe mengenang persahabatan mereka sedari SD kelas 5.  Saat itu Chloe adalah anak pindahan dari Jakarta menemani Cherry yang tidak punya teman.  Mereka selalu bersama. 
Sebelumnya Chloe dan Cherry sudah berjanji untuk bertemu di pos satpam sekolah.  Chloe pun berangkat meninggalkan kelas menuju pos satpam.  Sesampainya di gerbang SMP Pusaka, Chloe dengan sabar menunggu di pos satpam.  Chloe hampir tertidur menunggu Cherry yang lebih lama . 
“Chloe! Kau sudah disini! Ayo kita pulang.  “
“Ah? Eh, Cherry! Ayo, aduh maaf aku sangat mengantuk.  Hehe.  “
“Tak apa.  “
Cherry menarik tangan Chloe dari pos satpam dan berjalan beriringan di jalan menuju rumah mereka yang tidak terlalu jauh.  Namun mulut mereka bungkam sepanjang jalan.  Masing-masing tidak ada yang ingin mencairkan suasana, rupanya.  Sesampainya di sebuah pohon tua di sebuah taman, Cherry menghentikan langkahnya,
“Kenapa Cher? There’s a problem?”
“Chloe, kesini dulu yuk.  “
Cherry menarik tangan Chloe kea rah pohon tua itu.  Seperti hari-hari yang dihiasi persahabatan mereka, Cherry dengan antusias memanjat pohon itu hingga ke ujungnya.  Tapi Chloe tak mau naik.  Ia malah memperhatikan Cherry dari bawah dengan tatapan malas. 
“Chloe, ayo naik!” Pinta Cherry
Chloe malah membuang mukanya.  Cherry segera turun menghampiri Chloe ddengan wajah memelas.  Ia duduk di kursi yang terletak di bawah pohon.  Chloe ikut duduk di kursi tersebut bersama Cherry. 
“Chloe, ya.. .aku tau memang jarang aku jenguk kamu.  Tapi jangan gini donk.  “
“Bukan masalah itu, Cher!”
“Trus? Masalah apa?”
“Kamu sadari aja sendiri!” Chloe membuang mukanya kea rah batu di sebelah kirinya. 
“Chloe, kalo bener kamu pengen tau masalahku gapapa deh.  “ Cherry menunduk pasrah. 
“Ceritakan.  “  Pinta Chloe datar. 
                Cherry menarik napas panjang, manguatkan jantungnya untuk berhenti berdebar-debar.  Meyakinkan otaknya untuk menyetel memori lain tentang masalah laptop milik Flo.  Dan meluncurkannya lewat mulut. 
“Chloe, jadi ceritanya begini…”
---
                Siang itu sepulang sekolah ketika Chloe sedang sakit.  Cherry terpaksa menuntun kakinya untuk pulang ke rumah sendirian.  Terik matahari menumbuhkan niatnya untuk berjalan lebih cepat.  Namun ditengah jalan pulang, ia menyadari sesuatu.  Tugas Biologi yang harus dikumpulkan besok belum ia kerjakan.  Untuk kembali ke SMP Permata tempat ia dan Chloe bersekolah pasti tidak akan cukup waktu.  Di rumahnya yang sempit tidak ada computer, bahkan laptop.  Ia pun mampir dulu ke rumah Flo, anak dari bos perusahaan besar yang sombong. 
“Flo, aku mohon.  Aku belum mengerjakannya.  “
“Baiklah, kebetulan tugas Biologi sudah aku kumpulkan.  “
“Ah, terima kasih,  Flo.  Hmm tapi ini sudah sore.  Sudah saatnya aku pulang ke rumah.  Boleh ku bawa laptopmu?”
“Bawa pulang? Ah, tidak! Nanti kalau rusak gimana? Aku yang bakal kena marah.  “ Flo bicara dengan pelitnya. 
“Aku mohon, aku tidak boleh pulang terlalu sore.  Aku bisa dikunci dil luar rumah.  Flo, aku mohon. .  .  “ Cherry tampak sangat memelas.  Ia hampir menangis.  Flo tampak tidak senang. 
“Hmm, ya baiklah.  Tapi besok, harus dikembalikan ya! Jangan lupa, di kelasku.  “
“Oh, terima kasih banyak Flo.  Aku janji tidak akan merusakkannya.  “
Sesampainya di rumah, Cherry segera mengerjakan tugas biologi dan menyimpannya di falshdisk milik Flo juga.  Saat itu tugasnya sudah selesai.  Laptop Flo juga sudah dimatikan.  Namun Cherry lupa sesuatu.  Saat meninggalkan laptopnya di kamar, ia lupa memasukkan laptop tersebut ke dalam tas sekolahnya.  Tak disangka, adiknya yang berumur 3 tahun mendorong laptop itu dari kasur ke lantai.  Laptopnya tidak pecah, hanya retak.  Namun sistemnya rusak. 
---
Cherry membanjiri pipinya dengan air mata.  Chloe pun memeluknya.  Menghadiahkan perhatian yang cukup untuk membangkitkan selera menangis Cherry. 
“Kenapa sih, kamu gak minta bantuan aku aja? Aku masih bisa tolong kamu, Cher.  “
“Aku gak mau nyusahin kamu lagi, Chloe.  Kamu udah banyak banget nolongin aku.  “
“Apa? Apa gunanya sahabat kalo kamu gak minta bantuan aku?”
“Maafin aku Chloe.  Maafin aku.  Aku gak tau harus gimana lagi.  Tiap hari aku nangis mikirin masalah ini, kamu.  “
Chloe tersenyum.  Dia sudah menyimpan ide untuk membantu Cherry mengganti laptop Flo.  Persiapan berlangsung lancar.  Garasi, sudah siap.  Baju-baju telah dipajang.  Tulisan-tulisan, sudah dipajang.  Tinggal menunggu pembeli saja.  Chloe tersenyum simpul.  Dia tidak bisa membayangkan apa reaksi Cherry saat menerima hasil ini. 
Keesokan harinya di rumah Cherry, Chloe tengah menunggu dibukakan pintu oleh Cherry.  Saat itu Cherry sedang mengerjakan PRnya di kamar. 
“Hai Chloe, ada apa kemari?”
“Ah, aku ingin main saja.  Aku bosan di rumah.  Bisa tolong ambilkan minum? Aku sangat haus terbang kesini.  “ Chloe menyuruh layaknya seorang nyonya di rumah itu. 
“Aiish, baiklaah.  “ Cherry dengan malas mengambilkan minum untuk Chloe di dapur. 
Sementara Cherry di dapur, Chloe meletakkan laptop yang baru dibeli dan dibungkus kertas kado di atas meja belajar Cherry.  Setelah itu ia pulang tanpa pamit. 
“Chloe, ini air…” .   “Chloe dimana? Ah pasti dia pulang.  Dasar Chloe.  “
Cherry menggerutu dan meletakkan gelas itu di pojok meja belajarnya.  Namun di sebelah gelas tersebut ada benda yang asing.  Ia meraihnya.  Membuka bungkusnya dan melihat isinya.  Ia sangat terkejut.  Disitu tertulis sebuah surat. 
‘Jangan heran, kalau sahabat selalu membantu sahabatnya. 
Dari sahabatmu ^^’
“Chloe!!! Kau…”
Cherry tidak dapat melanjutkan kata-katanya.  Ia sudah terlanjur terharu dengan hadiah yang diterimanya.  Sebuah laptop yang sesuai keinginan Flo dari Chloe. 

---Tamat---

Sabtu, 19 Februari 2011

Meja Harapan

         Remish dan saudara-saudaranya baru saja pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggir kota Greenwald. Mereka membeli rumah tersebut dengan uang warisan dari ayah dan ibu mereka. Ayah dan ibu mereka baru saja meninggal karena sakit. Sedangkan mereka diusir dari rumah ayah dan ibu mereka karena tidak mempunyai izin tinggal.  Rose, sang kakak yang berumur 13 tahun sedang membereskan barang - barang mereka di rumah baru tersebut. Remish yang berumur sepuluh tahun sedang mengelilingi rumah baru tersebut sekaligus menelusuri kamar - kamar yang ada disana. Melanie yang pelit dan sombong sangat malu mempunyai rumah yang kecil. Ia pun segera menuju ke teras dan mendapati pemandangan jelek. Rumah kecil mereka berada di seberang sebuah pasar tradisional yang besar dan padat. Melanie kemudian menyuruh saudaranya yang lebih muda, Kelly untuk membereskan barang-barang dan kamar Melanie. Sedangkan Kelly yang baru berumur lima tahun menurut saja diperintah Melanie yang tiga tahun lebih tua darinya.
        Setelah membereskan dan merapikan rumah dan barang-barang, Rose, Remish dan Kelly merasa lelah. Sementara Melanie sedang tidur di kamarnya, mereka menuju ke dapur untuk membuat kudapan. Mereka membuat kue panekuk dengan bahan yang mereka bawa dari rumah lama mereka. Secangkir teh, dan sepiring panekuk. Cukup membuat perut senang, pikir mereka. Sebelum makan, Remish yang suka membuat dan membaca puisi, membacakan puisinya secara spontan.

Di rumah baruku
Di kala hujan menerpa bumimu
Di kala dingin menyerbu kulitku
Aku dan saudaraku
Membuat kudapan sore yang sendu
Secangkir teh penuh rindu
Sepiring panekuk dengan madu
Membuatku semakin merindukanmu, ibu
Semakin ingin mencicipi masakanmu
Ah, andai ayah dan ibu
Masih disini menemaniku
Karena aku dirumahku
Masih merajut kasih dan rasa rindu padamu

      Semua bertepuk tangan selepas dibacakannya puisi mengharukan tersebut. Mereka pun segera memakan panekuk yang telah ada di setiap piring setiap anak. Tiba-tiba sendok yang dipegang oleh Remish terjatuh. "Remish, apa yang terjatuh?" Tanya Rose. "Hanya sendok, kak." Jawab Remish. Remish segera meraih sendok tersebut dengan tangan kanannya. Saat ia meraih sendok, ia melihat sebuah tulisan di kaki meja yang berbentuk silinder tersebut. "Hey, apa ini? Siapa yang membuatnya?" Tanya Remish. Meja tersebut ditinggalkan begitu saja oleh pemilik rumah yang lama. Rose dan Kelly segera menundukkan kepalanya ke arah kaki meja dan memperhatikan tulisan tersebut. Tulisan tersebut dibuat dengan mengukir. Tulisannya berbunyi ...
"HATI-HATI!
HANYA YANG 'BERKERUDUNG MERAH' YANG BISA MENGIKUTI PESAN INI.
LETAKKAN TANGANMU DI ATAS MEJA, KEMUDIAN UCAPKAN HARAPANMU.
HARAPANMU AKAN TERWUJUD!
'SERIGALA' TAK AKAN BISA MEWUJUDKAN HARAPANNYA"

 "Apa maksud tulisan ini?" Tanya Rose. Semua hanya menggeleng. Mereka mengabaikan tulisan tersebut dan kembali makan. Namun, Remish yang masih penasaran terus memikirkan hal tersebut.
         Seminggu kemudian, mereka mulai kehabisan makanan. Rose berpikir untuk bekerja. Ia pun melamar pekerjaan di beberapa pabrik dan toko serta kios. Namun, tak ada pabrik maupun toko ataupun kios yang ingin menerima Rose, karena usia Rose masih terlalu kecil. Rose kembali ke rumah dengan wajah kecewa. Mereka mulai memikirkan cara untuk mengatasi masalah tersebut. "Aku ada ide! Bagaimana kalau kita menjual baju-baju kita?" Usul Kelly. "Kelly,baju-baju kita hanya sedikit. Lagipula sebagian sudah tidak layak pakai." Jawab Rose. Melanie masih diam dan menangis. Remish memikirkan kembali tulisan yang terukir di kaki meja makan. Dengan ragu-ragu ia mengusulkan usulnya. "Semuanya, bagaimana kalau kita mencoba pesan yang terukir di kaki meja makan?". Semua menatap lesu Remish. "Itu tak akan berhasil, Remish." Kata Rose dengan kecewa. 
             Remish yang penasaran segera menuju ke meja makan meninggalkan saudara-saudaranya yang masih termenung sedih. Ia membaca kembali tulisan tersebut kemudian mengambil sebuah jaket merah bertudung dari kamarnya dan memakainya. "Semoga ini menjadi akhir dari penderitaan kami."Katanya dalam hati. Kemudian ia menarik napas panjang dan meletakkan tangannya di atas meja. Sambil menutup matanya, ia berkata "Aku ingin makanan enak yang cukup untuk saudara-saudaraku dan cukup untuk satu bulan.". Setelah itu, ia membuka mata dan menatap sekelilingnya. Ia tak melihat sesuatu yang berubah dari tempat itu. Ia pun menuju ke kamarnya sambil menunduk sedih. Saat ia membuka pinu kamarnya, pintu tersebut tersendat. Seperti ada yang mengganjal pintu tersebut. Pintu yang sudah terbuka sebagian segera dimasuki paksa oleh Remish. Saat ia menutup pintu kamarnya dari dalam kamar, ia terkejut. Terlihat banyak kardus bertuliskan 'Jagung' dan 'Roti'. Masing-masing 4 kardus. Ia segera memanggil saudara-saudaranya. "Siapa yang mengirim semua ini?Tiba-tiba saja ada di kamarku."Kata Remish. "Apa yang sudah kamu lakukan, Remish?" Tanya Rose ketika menemukan selusin jagung dalam kardus bertuliskan 'Jagung' tersebut. Remish menjawab dengan polos. "Aku mengikuti pesan yang terukir di kaki meja makan.". Rose dan Kelly segera memeluk Remish dengan bahagia. Sedangkan Melanie hanya tersenyum kecut. "Baiklah, kardus ini kan ada empat. Cukup untuk masing-masing. Bawalah ke kamar kalian masing-masing." Kata Rose. Mereka segera membawa dan meninggalkan Remish dengan kardus roti dan jagungnya sendirian. Remish duduk di kasurnya dan tersenyum bahagia.
          Sebulan kemudian, giliran Rose yang berharap di meja makan tersebut. Kali ini setelah ia berharap makanan untuk sebulan, ia pergi ke rumah seorang tetangga yang bernama Bu Danish. Rose bertanya tentang asal usul rumah yang ia dan saudara-saudaranya tempati sekarang. Ternyata rumah tersebut dan isinya adalah milik sebuah keluarga penyihir. Seorang penyihir yang bertindak sebagai ayah membuat rumah tersebut beserta isinya. Bahkan ada beberapa furniture yang dimantrai untuk membantu pekerjaan rumah tangga sang istri. Namun karena ada gerakan 'Pemusnahan penyihir' dari tentara kota Greenwald, keluarga penyihir tersebut pindah dari rumah tersebut dengan segera. Mereka hanya membawa barang yang diperlukan saja. Lalu terdengar kabar bahwa keluarga penyihir tersebut tewas dibunuh tentara kota ketika sedang menuju ke kota lain. Warga yang tadinya ingin menempati rumah tersebut bahkan menjauhi dan tidak pernah melewati rumah tersebut. Sampai Bu Danish menjualnya kepada Rose dan saudara-saudaranya.
           Semua terkejut mendengar cerita yang dituturkan oleh Rose. "Aku ingin pindah saja dari tempat ini.Daripada harus melewati hari-hari bersama hantu penyihir!!!" Ujar Melanie. "Melanie, tunggulah sebentar. Kita belum melihat tanda-tanda adanya hantu di rumah ini bukan?" Kata Rose. "Iya kak. Tapi suatu saat pasti hantu penyihir itu akan meminta rumahnya kembali. Aku akan pergi saja!" Teriak Melanie. "Kemana, Mel?" Tanya Remish. "Aku akan pergi ke panti asuhan!" Teriak Melanie lagi. Kemudian Melanie segera mengemasi barangnya dalam ransel dan segera pergi dari rumah tersebut. Mereka hanya menunduk sedih dan menangis lirih."Kak, mengapa kakak tidak bisa menahan Melanie?" Tanya Remish. "Aku tak akan bisa menahan Mel."Jawab Rose. Tiba-tiba Kelly menghampiri Remish dan Rose yang sedang termenung. "Kak,bisakah kita berharap pada meja makan agar Kak Melanie kembali?" Kata Kelly dengan polosnya. Sejenak Rose dan Remish terhenyak dengan perkataan Kelly. Mereka berpikir "Kelly yang selama ini menjadi 'pembantu' pribadi Melanie ternyata tidak pernah mengeluh dan memikirkan ataupun membenci Melanie sebagaimana yang aku rasakan.". Rose dan Remish kemudian memeluk Kelly dengan erat dan menangis sambil berkata"Walaupun kita sudah berharap, Kak Mel tak akan kembali, Kelly sayang.". Hari itu berlalu dengan wajah-wajah murung mereka di kamar masing-masing.
        Di kamar, Remish sama sekali tidak terpikir untuk tidur walaupun saat itu sudah menunjukkan pukul 24.00. Ia masih memikirkan kejadian tadi siang yang membuat anggota keluarganya termenung sedih. Ia pun akhirnya menuruti matanya untuk tidur dan menangis dalam mimpi.
        Keesokan harinya, Remish telah siap dengan mengenakan pakaian ziarah berwarna ungu dan sebuah topi berjaring. Kelly yang baru saja bangun tidur langsung bertanya "Kakak mau pergi kemana?Kelly tidak diajak?" ."Kelly, kakak mau pergi ke sebuah tempat yang jauh. Kelly di rumah saja bersama Kak Rose yaa...". Setelah berkata begitu, Remish segera mengambil keranjang bunga dan meninggalkan rumahnya. Rupanya Remish ingin mengunjungi makam ibu dan ayahnya. Ia pun segera berjalan menuju makam yang berada dekat perbatasan antara kota Greenwald dan Huckleberry Town. Makam ibu dan ayah berada di kota Huckleberry Town dan makam tersebut adalah makam yang masih sepi. Makam tertua hanya makam seorang pemahat dan keluarganya yang meninggal dua puluh tahun yang lalu. Remish segera menuju makam ibunya. Ia berlutut dan berbicara "Ibu, banyak kejadian menyedihkan yang membuat aku bersedih. Aku selalu ingin bercerita kepada ibu dan mendengarkan nasihat dari ibu. Ibu, seandainya ibu masih disini, menemani aku, Kelly dan Kak Rose yang kesepian, ibu. Melanie telah pergi ibu, ia tak tahan dengan banyaknya penderitaan kami..." Tak terasa rok cantiknya telah dibasahi oleh air matanya sendiri yang mengalir tiada jeda. Tiba-tiba seorang wanita menghampirinya. "Apa yang membuat gadis cantik sepertimu menangis?" Wanita tersebut menyentuh pundak Remish. Remish terkejut. Ia membalikkan badannya dan menatap tajam wanita tersebut. Melihat yang dihadapannya seorang nenek yang berambut panjang terawat dan cantik, Remish segera berdiri. Kemudian ia menghapus air matanya dan menarik napas pelan. "Mereka orang tua ku, nek. Mereka baru saja meninggal tiga bulan yang lalu. Sekarang aku tinggal bersama saudara-saudaraku di sebuah rumah kecil di tepi kota Greenwald." .Rupanya nenek tersebut terkejut dan bertanya lagi "Bagaimana dengan kehidupan kalian selama ini? Apa yang kalian makan?" . Sambil tersenyum Remish berkata "Syukurlah ada sebuah keajaiban dari sebuah meja makan di rumah tersebut. Kami selalu memohon makanan dari meja ajaib di rumah tersebut. Namun kini kami bosan. Kami ingin bekerja sendiri." . Mendengar hal itu, nenek tersebut ikut tersenyum dan berkata "Kalian pasti bisa hidup lebih sejahtera. Nah, ini aku mempunyai bibit tanaman sayur, tanamlah dan keluarga kalian akan bahagia!".  Remish menerima bungkusan berisi bibit tersebut dan berterima kasih.  Kemudian Remish pulang.
          Sesampainya di rumah, ditanamnya bibit tersebut di kebun belakang.  Dirawatnya hingga tak terasa satu bulan sudah bibit tersebut ditanam dan kini sudah bisa dipanen.  "Kak, mari kita ke pasar dan menjual semua sayuran ini!" Ajak Remish kemudian.  "Sayuran?apa tidak sebaiknya kita makan saja, Remish?"  Tanya Rose.  "Kak, kita masih bisa mengandalkan 'meja harapan' untuk makanan."  Jawab Remish dengan lembut.  Akhirnya Rose setuju.  Rose, Remish, dan Kelly kemudian pergi ke pasar untuk menjual sayuran mereka.  Anehnya, sayuran itu walaupun laris tetapi tidak pernah habis.  "Bagaimana ini kak?Sayuran ini tak habis-habis?"  Tanya Remish.  "Baiklah mari kita jual di rumah saja. Kita menjaganya bergantian. Aku, kamu, dan Kelly.mengerti?" Jawab Rose.  Semua setuju. Mereka memindahkan kios mereka ke teras rumah dan membuka kios dengan peralatan seadanya.  Namun sampai seminggu mereka menjual sayuran tersebut, tetap belum habis. Bahkan kebun mereka selalu menghasilkan sayuran.  Padahal sayuran mereka sangat murah, namun laris.  Setiap hari pembeli mngerubungi kios mereka seperti lalat mengerubungi makanan.  "Aku lelah sekali, lebih baik sayuran di kebun tidak usah dipetik lagi.  Biarkan saja membusuk.  Kita juga butuh istirahat."  Kata Rose kelelahan.  Akhirnya sayuran di kebun tidak pernah dipanen dan membusuk.  Namun kemudian sayuran yang membusuk tersebut berubah menjadi sebuah pohon sakura yang berwarna merah muda.  Cantik sekali.
             Tiba-tiba Remish mempunyai ide hebat. Yaitu membuat taman wisata di kebun mereka.  Dengan modal yang didapat dari penjualan sayuran, mereka membangun taman tersebut dan sukses! Setahun kemudian mereka telah menjadi jutawan dan masuk ke setiap koran di kota, bahkan di negara tersebut.  Mereka memutuskan untuk membeli rumah yang lebih besar di pinggir kota dan tetap membuka taman wisata tersebut.  Hidup mereka bahagia hingga mereka mempunyai cucu yang meneruskan usaha mereka.  Mereka sangat berterima kasih kepada nenek yang tinggal di pemakaman yang sebenrnya adalah arwah dari penyihir pembuat meja harapan.
           Meja harapan masih berada di museum taman wisata dan kemudian dicuri oleh seorang wanita.  Wanita tersebut memohon bukan makanan tetapi uang yang sangat banyak dan perhiasan.  Tak disangka rumahnya dirampok dan ia dibunuh.  Remish yang mendengar kabar tersebut segera datang ke makam wanita tersebut.  Ia kaget ketika melihat nisan tersebut bernama: Melanie Huggleborn yang ternyata adalah adiknya.  Begitulah orang serakah tidak pernah hidup sejahtera.
            Sampai sekarang meja harapan masih hilang dan diperebutkan.







-------------------------------------TAMAT----------------------------------------